tgl

Sabtu, 24 Oktober 2020

Ini Alasan Pemkot Terkait Ibu Yang Urus Akta Kematian Anaknya Sampai ke Kemendagri

Petugas itu, kata Sonhaji, tidak punya kapabilitas menyelesaikan permasalahan Administrasi Kependudukan.




Kabar Pojok SurabayaPemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui keterangan tertulis mengakui, informasi yang diberikan petugas Dispendukcapil Surabaya kepada Yaidah kurang tepat sehingga membuat perempuan itu berangkat ke Jakarta.

Agus Imam Sonhaji Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya menyatakan, apa yang dialami Yaidah sebagai warga Lidah Wetan, Lakarsantri, terjadi karena adanya miskomunikasi dan kesalahpahaman.

 
Menurutnya, Yaidah yang sedang mengurus akta kematian putranya mendapat penjelasan dari petugas yang kurang tepat. Petugas itu, kata Sonhaji, tidak punya kapabilitas menyelesaikan permasalahan Administrasi Kependudukan.

Alasannya, pada Agustus 2020 saat Yaidah melakukan pengurusan akta kematian, Mal Pelayanan Publik di Gedung Siola itu sedang menerapkan lockdown sehingga petugas yang ada terbatas.

“Memang saat itu Mal Pelayanan Publik sedang menerapkan Lockdown, sehingga petugas kami juga terbatas. Karena kebanyakan pegawai bekerja dari rumah,” katanya, dalam keterangan tertulis itu, Jumat (23/10/2020).

Akibatnya, Sonhaji mengklaim, Yaidah salah menangkap pemahaman sehingga pada akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan akta kematian anaknya itu dengan bertolak ke kantor Kemendagri di Jakarta.

Baca juga: Perjuangan Seorang Ibu Urus Akta Kematian Anaknya Sampai ke Kemendagri. Ini penyebabnya ...

“Sebenarnya proses input nama yang bertanda petik ke SIAK dapat diselesaikan oleh Dispendukcapil. Progres itu juga dapat di-tracking melalui pengaduan beberapa kanal resmi Dispendukcapil,” kata Agus.

Selain itu, Sonhaji mengklaim, surat permohonan Yaidah sebenarnya sudah diproses registrasi di kelurahan dan berlangsung sukses. Permohonan itu sudah masuk ke sistem klampid di Dispendukcapil.

“Sudah sukses sehingga Bu Yaidah atau pemohon mendapatkan e-Kitir atau tanda terima yang dilengkapi barcode,” kata Sonhaji.

Sonhaji bilang, ketidaktahuan yang membuat Yaidah memutuskan mengurus akta kematian itu ke Jakarta pada 23 September. Sampai akhirnya Yaidah memutuskan agar proses pengurusan yang rumit itu diberitakan di media massa.

Sonhaji kembali menyatakan, ketika keluhan Yaidah muncul dalam pemberitaan di Radio Suara Surabaya dan suarasurabaya.net, sebenarnya akta kematian putra Yaidah sudah selesai tercetak satu bulan sebelumnya.

“Meski begitu kami tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini. Kami minta maaf. Ini sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani,” tutur Agus.

Sonhaji yang pernah menjabat Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Surabaya itu memastikan akan mengintensifkan layanan informasi call center Dispendukcapil Surabaya.

Dia berharap, lewat call center yang akan diintensifkan itu, kalau ada warga yang masih bingung mengenai proses administrasi kependudukan mendapatkan solusi yang tepat.

“Kami sudah menyempurnakan mekanisme keluhan dan proses pengaduan pada layanan pengaduan resmi supaya respons penanganannya bisa semakin cepat dan tepat serta dapat di-tracking progresnya,” jelas dia.

Berkaca dari pengalaman ini, dia mengimbau masyarakat yang mengalami kendala atau masalah saat mengurus Adminduk agar melapor ke channel pengaduan resmi Dispendukcapil Surabaya.

Pengaduan dan permohonan penelusuran proses pengurusan Adminduk itu bisa diakses lewat telepon di call center Dispendukcapil di nomor 031-99254200 atau menulisnya di laman dukcapilsapawarga.disdukcapilsurabaya.id.

Perlu diketahui, Yaidah sampai berangkat ke Jakarta karena sudah tidak tahu harus mengadu ke mana. Dia mengaku proses akta kematian itu sangat lama, sementara batas akhir penuntasan persyaratan pencairan klaim asuransi putranya sudah semakin dekat.

Dia nekat berangkat ke Jakarta karena menerima penjelasan tidak ramah dari petugas Dispendukcapil yang dia temui di Mal Pelayanan Publik, bahwa penuntasan masalah tanda petik nama almarhum putranya harus dengan konsultasi ke Kemendagri.

Selain itu, ketika dia menanyakan perkiraan waktu kapan Akta Kematian itu sudah tercetak, petugas itu dengan nada yang tidak ramah menjawab waktunya akan lama. Petugas itu membandingkan dengan pengajuan Adminduk pada bulan Juli yang belum tunas.

Yaidah mengaku, menceritakan kisah yang dia alami sebulan lalu itu ke Radio Suara Surabaya dan suarasurabaya.net agar menjadi bahan evaluasi pemerintah. Agar kejadian serupa tidak terulang dan menimpa ke orang lain.

“Saya juga mohon maaf kemarin tidak info ke Lurah dan RT/RW dulu, karena saya bingung mendapat jawaban dari Dispenduk itu. Kulo nyuwun ngapunten. Saya ingin ke depannya yang saya alami ini tidak terulang kembali. Mohon dimaafkan, kalau saya melangkahi fungsi RT, RW, dan Lurah, kulo bingung karena sudah ada batas waktu dari asuransi,” katanya Yaidah saat diskusi dengan Lurah Lidah Wetan di kediaman Yaidah, Jumat (23/10/2020). [dyh/*]

[source: suarasurabaya.net]
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar