Kabar Pojok Surabaya - Para ketua RW dan RT serta pengurus LPMK (lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan) di Kelurahan Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya, menggelar demo di Kantor Kelurahan Jeruk, Rabu (14/10).
Ada puluhan warga yang hadir. Mereka adalah para pengurus LPMK, jetua RW 01, RW 02, RW 03 serta 16 ketua RT di sana.
Ada puluhan warga yang hadir. Mereka adalah para pengurus LPMK, jetua RW 01, RW 02, RW 03 serta 16 ketua RT di sana.
Mereka beramai-ramai menolak adanya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam perwali tersebut, salah satunya diatur tentang pemakaman. Yakni setiap korban meninggal dengan status suspek, probable, dan konfirm vovid-19 harus dimakamkan di TPU Babat Jerawat atau TPU Keputih.
Selain menggelar demo, para pengurus LPMK, RW dan RT ini juga menyatakan mundur. Secara simbolis, pengunduran diri mereka dilakukan dengan menyerahkan stempel yang diberi dari kelurahan.
Setelah menggelar demo, para pengurus LPMK, RW dan RT ini kemudian diminta masuk ke ruang pertemuan kantor kelurahan. Di dalam sudah hadir Camat Lakarsantri Harun Ismail serta anggota Komisi D DPRD Surabaya Hari Santoso untuk melakukan mediasi.
Budiono, ketua LPMK di Kelurahan Jeruk, menyampaikan keberatannya terhadap adanya perwali tersebut karena aturannya dianggap menyusahkan para pengurus LPMK, RW dan RT.
"Setiap ada warga yang meninggal karena covid-19, kami para pengurus LPMK, RT dan RW selalu kewalahan karena dimintai tolong oleh warga tak menentu. Tengah malam sampai subuh," ungkapnya.
Para warga ini, menurut Budiono, meminta tolong agar jenazah bisa dipulangkan dan dimakamkan tidak jauh dari rumah. "Bukan di TPU Babat Jerawat atau Keputih karena kejauhan," ucapnya.
Tak jarang juga, para pengurus RW, RT dan LPMK ini harus meninggalkan kerja karena ada warga yang meminta tolong di siang hari. "Karena kami tanggung jawab sebagai pengurus, kami tinggalkan pekerjaan," ujarnya.
Budiono ingin, meski warga meninggal karena covid-19, tetap bisa dimakamkan di tempat masing-masing. Sebab, jenazah sudah dilakukan SOP protokol covid-19 dengan diberi kantung jenazah serta peti sehingga dianggap tak akan sampai menular.
Permasalahan warga yang tidak bisa dijemput oleh keluarga ini, jelas Budiono, sudah berkali-kali terjadi. Terutama jika ada warga yang meninggal di rumah sakit sehingga sangat meresahkan warga.
Sementara, Ketua RW 01 Syafaat Yudha menambahkan bahwa keluhan ini terjadi bukan hanya di pengurus RW Kelurahan Jeruk. Tapi juga para pengurus RT serta RW di kelurahan lain di Kecamatan Lakarsantri.
"Karena informasi yang beredar saat ini sudah sedemikian vulgarnya. Ada yang menyebutkan jika jenazah korban Covid-19 tak berbahaya karena virusnya sudah mati bersamaan saat itu dengan meninggalnya korban," imbuh dia.
Camat Lakarsantri Harun Ismail yang hadir dalam acara mediasi menyampaikan bahwa aturan itu dibuat oleh dinas terkait dari Pemkot Surabaya. "Aturan ini tak hanya berlaku di Kelurahan Jeruk dan Kecamatan Lakarsantri, tapi seluruh Kota Surabaya. Karena Covid-19 tak hanya terjadi di sini, tapi seluruh dunia," ujarnya.
Harun Ismail pun tak bisa memberikan solusi terhadap tuntutan warga. Dia meminta warga agar melakukan permohonan aspirasi secara resmi dengan bersurat. "Bisa ke kantor DPRD Surabaya," katanya.
Mendapat jawaban tersebut, para warga pun merasa tidak puas. Sambil menyatakan mundur sebagai pengurus RW dan RT, stempel dari kelurahan sepakat untuk ditinggal dan diserahkan kembali. Puluhan warga ini kemudian memutuskan pulang. [surabaya times]