Ketua Senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni, di Surabaya, Senin (24/09/2018), mengatakan salah satu cara yang perlu dilakukan sekolah untuk mengendalikan sampah palstik yaitu dengan cara membentuk, melaksanakan dan mengolah sampah secara mandiri dan berkelanjutan.
"Ini biasanya sudah dilakukan sekolah-sekolah sudah bergabung dalam kegiatan gerakan peduli lingkungan hidup sekolah atau 'Surabaya Eco School 2018'," katanya.
Menurut dia, ada beberapa kiat sukses dari kegiatan "Surabaya Eco School 2018" di Surabaya antara lain larangan penggunaan sedotan plastik minuman dan makanan dalam kemasan sekali pakai bagi seluruh warga sekolah.
Selain itu, lanjut dia, ajakan warga sekolah mengganti botol plastik menggunakan tumbler atau botol minuman yang bisa digunakan jangka panjang serta memisahkan sampah organik/daun dengan menampung di komposter sekolah.
Pada kegiatan tersebut, kata dia, setiap sekolah diminta langsung membuat rencana aksi lingkungan berkelanjutan dan merealisasikan rencana tersebut terutama pada pengolahan sampah.
"Nanti akan ada apresiasi bagi warga sekolah yang sudah melakukan aksi nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup baik di sekolah maupun rumahnya," katanya seperti dilansir Antara.
Zamroni berharap jumlah sekolah "zero waste" atau sekolah tanpa sampah kemasan makanan dan minuman sekali pakai" di Surabaya yang sampai saat ini berjumlah 16 sekolah bisa meningkat pada akhir tahun 2018. "Semoga bisa mencapai 50 sekolah," ujarnya.
Hal sama juga dilakukan Komunitas Nol Sampah yang terus mengkampanyekan "Diet Sedotan Plastik" di Kota Surabaya dalam beberapa hari ini.
Koordinator Komunitas Nol Sampah, Hermawan mengatakan sampah plastik terutama sampah plastik di laut menjadi salah satu isu penting di Indonesia.
Menurut dia, berdasarkan riset Jambeck di 2015 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan peringkat kedua dunia sebagai penyumbang sampah plastik ke laut. Jumlahnya mencapai sebesar 1,29 juta ton per tahun atau setara dengan 215.000 gajah jantan Afrika dewasa.
"Perubahan gaya hidup yang cenderung lebih memilih hal yang instan dan praktis menyebabkan menyebabkan sampah plastik di Indonesia termasuk Kota Surabaya dari tahun ke tahun terus meningkat. Faktanya 15-17 persen sampah di Indonesia adalah sampah plastik," katanya.
Bahkan, lanjut dia, menurt beberapa kajian sampah plastik di Kota Surabaya terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk 1988 dari total sampah hanya 5,6 persen plastik, namun 2018 sampah plastik meningkat menjadi 15 persen atau sekitar 400 ton per hari.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan pengurangan pengunaan botol dan sedotan plastik menjadi perhatian penting sebab kedua benda tersebut acapkali menyumbat saluran dan rumah pompa yang kemudian mengakibatkan banjir.
"Makanya, saya terapkan pembayaran Bus Suroboyo dengan botol plastik, bukan uang," ujarnya. (ant/dyh)